Suatu hari yang hujan, seseorang pernah mendatangi saya dengan matanya
yang sembab. Saya bertanya apa sebab dia menangis. Dia hanya diam. Tak
menceritakan apapun. Dengan alis yang bertautan dalam perasaan bingung,
saya membiarkan saja dirinya larut dalam tangis untuk beberapa saat.
Hingga akhirnya ia buka suara.
"Apa cinta memang diciptakan dengan kesedihan? Mengapa Tuhan tak
menciptakannya dengan kebahagiaan saja? Sehingga tak lagi ada orang yang
terluka hanya karena cinta."
"Saya pikir, justru cinta diciptakan untuk kesedihan dan kebahagiaan.
Tuhan sepakat untuk menciptakannya sepaket. Keceriaan dan kepedihan.
Toh, apalah artinya sedih dan bahagia, bila tak ada cinta untuk menemani
saat menceritakannya. Ada apa?"
"Aku tak bisa melupakan. Sudah setengah tahun kepalaku selalu disesaki kenangan lalu," jawabnya dengan napas tersengal.
"Bersabarlah. Hatimu lebih luas dari yang kau sangka. Sudah saatnya
untuk bangkit dan berdiri lebih tegak lagi. Kepergian jangan sampai
membuatmu kehilangan diri sendiri."
"Aku sudah mencoba, tapi tak bisa."
"Kau belum mencoba apapun. Yang kau lakukan hanya berusaha melupakan.
Bagaimana mungkin kau bisa lupa, padahal untuk melupakan kau harus
kembali mengingatnya lagi. Sudahlah, relakan untuk melepaskan. Terimalah
kenyataan bahwa hatinya bukan lagi milikmu dan hatimu masih sepenuhnya
kau miliki. Jangan biarkan dirimu jatuh dalam kubang luka. Hatimu yang
merah muda terlalu baik untuk dibiarkan sakit. Berdamailah dengan dirimu
sendiri. Maafkanlah dirinya dan dirimu sendiri. Mari mulai lagi untuk
melangkah dan membuat kenangan baru. Berjalanlah sesekali. Buka mata
dari kepedihan yang sebenarnya tak seberapa."
"Entahlah, hatiku telah mati semenjak ia melangkah pergi," ia berkata dengan senyum yang dipaksakan, sarat akan kegetiran.
"Move on bukan tentang bersegera dalam mencari sekeping hati baru. Tapi
seberapa mampu kau terlepas dari luka dan kenangan lalu."
"Bagaimana caranya?"
"Memaknai proses move on itu seperti mempelajari tingkah bayi yang baru
lahir. Mencoba merangkak dan berjalan meski kerap terjatuh.
Berletih-letih bangkit walau kau merasakan sakit. Hingga akhirnya datang
masa ketika kau mampu berlari, meninggalkan kenangan tepat di
belakang."
"Aku akan mencoba untuk berdiri lebih tegak lagi. Terima kasih atas waktumu. Aku pamit pulang."
"Berhati-hatilah, hari masih hujan."
"Aku suka hujan. Yang tidak aku suka adalah bagaimana mungkin seseorang
yang sedang kucoba untuk lupakan, justru sekarang sedang memberi
wejangan untuk merelakan. Mengapa cinta membuatmu melepaskanku?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar